TENTANG KEDIRI
Tahu Takwa
Ini salah satu makanan khas kediri tentunya buat oleh- oleh.Tahu
ini ada di kediri pertama kali dikenalkan oleh pengusaha asal Cina bernama Bah
Kacung pada tahun 1912, Dan semenjak itu tahu taqwa ini menjadi khas kediri . Nama
‘takwa’ sendiri berasal dari bahasa Mandarin yang berarti ‘aroma’.
Memang sangat sesuai dengan namanya, anda bisa membedakan mana tahu
takwa yang asli dan mana tahu biasa dari aromanya. Aromanya gurih dan
sangat menggoda bahkan sebelum dirasakan di lidah.Rasa tahu ini gurih tekstur yang kenyal dan lembut saat dimakan.
Berbentuk kotak seperti tahu kebanyakan. memiliki ciri khas yaitu warna kuning menggunakan pewarna makanan alami yaitu kunyit.
Jadi sangat aman untuk dikonsumsi. Dalam pembuatannya juga sedikit berbeda
dengan tahu lainnya. Pertama tahu yang baru di buat ini direbus dengan kunyit dan garam. Jadi walaupun belum digoreng, tahu
takwa bisa langsung dikonsumsi karena saat perebusannya membuat tahu
ini matang.
KESENIAN JARANAN DAN KETHEK OGLENG KEDIRI
Ragam kesenian di Kabupaten Kediri tentunya tidak lepas dari sejarah
kerajaan Kediri.Beberapa kesenian khas daerah yang dapat dinikmati
wisatawan antara lain Seni Jaranan, kethek ogleng dll
Kesenian Jaranan menyuguhkan berbagai atraksi menarik yang kadang mampu
membangkitkan rasa takjub.Atraksi gerak pemain dengan diiringi tabuhan
gamelan serta sesekali diselingi unsur magis menjadikan kesenian ini
layak ditonton.
Di Kabupaten Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat
dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan
Jaranan Jowo. Jaranan Jowo merupakan salah satu kesenian Jaranan yang
mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari
akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang
terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor, Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih
mengedepan kan kreatifitas gerak dengan iringan musik yang dinamis.
Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang digemari, karena dalam
penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang bernada diatonis.
Seluruh kesenian jaranandi Kabupaten Kediri berada di bawah naungan
Paguyuban Seni Jaranan (PASJAR) Kabupaten Kediri. Pemakeman Jaranan
Kediri mengalami kendala karena hampir di setipa daerah terdapat
kesenian ini, terutama daerah sekitar kediri, namun berbeda gerakanya.
Perlu kajian sejarah untuk menetapkan pakem.
Sejarah Jaranan
Jaranan, sebenarnya menggambarkan cerita masa lalu, ketika Raja Bantar
Angin, seorang raja dari Ponorogo bermaksud melamar Dewi Songgolangit,
putri cantik dari kerajaan Kediri, atau yang biasa disebut juga dengan
Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana. Konon menurut cerita, karena
wajahnya jelek, Raja Bantar Angin akhirnya menyuruh Patihnya, yang
bernama Pujangga Anom, seorang patih yang dikenal sangat tampan. Agar
Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom, Raja Bantar
Angin memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa. Lalu Patih Pujangga
Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya. Putri
Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan topeng, merasa
tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa dilepas
seumur hidup. Raja Bantarangin, akhirnya datang sendiri ke Kerajaan
Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta 3 persyaratan. Jika
Raja Bantarangin bisa memenuhi, dirinya bersedia diperistri. Tiga syarat
tersebut, binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda warna putih, dan
alat musik yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan. Sayangnya, Raja
Bantarangin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut, 100 kuda
warna putih yang digambarkan dengan kuda lumping, alat musik yang bisa
dipukul bersamaan yakni gamelan. Sehingga, terjadi pertempuran diantara
keduanya. Kerajaan Kediri, datang dengan membawa pasukan berkuda, yang
kini digambarkan sebagai jaranan, sementara Kerajaan Ponorogo membawa
pasukan, yang kini digambarkan sebagai kesenian Reog Ponorogo.
Diperjalanan, terjadi pertempuran. Raja Ponorogo yang marah, membabat
macan putih yang ditunggani patih kerajaan Kediri, dengan cambuk
samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah satu kesatria dari
Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung merak,
kemudian juga menempel dikepala kesatria tersebut, sehingga ada kepala
manusia yang ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang
disimbolkan reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian reog, semua penari juga
membawa cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan, menggambarkan pasukan
berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. Barongan,
Celeng dan atribut didalamnya, sebagai simbol, selama dalam perjalanan
menuju Ponorogo yang melewati hutan belantara, pasukan juga dihadang
berbagai hal, seperti naga, dan hewan hewan liar lainnya.
khetek ogleng.
Selain jaranan, Kediri juga punya kesenian khas yang lain. Bahkan, tari
yang dicuplik dari kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Kilisuci
tersebut juga sudah mendunia. Tapi sekarang tari ini terancam punah.
Bagi komunitas seniman Kediri, nama Guntur sudah tidak asing lagi.
Dedikasinya terhadap dunia seni bahkan sudah membawanya hingga ke
berbagai negara di dunia. Memperkenalkan tari nasional ke seluruh dunia.
Salah satunya adalah mempertontonkan tari Kethek Ogleng. Menurut
Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tari
ini mengalami masa puncak pada era 70-an. Seiring berjalannya waktu,
tari Kthek Ogleng perlahan-lahan mulai jarang ditampilkan. Pada era
90-an kegemaran masyarakat dan seniman mulai bergeser. Mereka lebih suka
memainkan jaranan yang gerakan dan musiknya lebih sederhana. Tak heran
bila saat ini warga Kediri lebih mengenal jaranan sebagai seni khas
Kediri dibandingkan Kethek Ogleng. Apa yang membuat Kethek Ogleng
menjadi kesenian khas Kediri? Guntur mengatakan sebenarnya tari tersebut
berasal dari legenda Kota Kediri. Yaitu kisah percintaan Panji
Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji dalam Cerita Panji.
Kera atau kethek yang ditampilkan pada cerita tersebut adalah jelmaan
dari Panji Asmorobangun. Dia berubah wujud menjadi seekor kera putih
yang sedang mencari calon pendamping hidup.
Saat berkelana di hutan kera putih berjumpa dengan Endang Roro
Setompe yang merupakan nama lain dari Dewi Sekartaji. Melihat sosok Dewi
Sekartaji yang cantik jelita, Panji pun tergoda. Namun sayangnya
Sekartaji tidak mau memiliki suami seeekor kera. “Akhirnya Sekartaji
meninggalkan kera sendirian di tengah hutan,” cerita Guntur.
Cerita itulah yang kemudian ditampilkan dalam bentuk satu tarian
dengan nama Kethek Ogleng. Sebenarnya untuk bisa menampilkan kesenian
itu hanya dibutuhkan dua orang penari dengan iringan musik gamelan.
Penari pertama berperan sebagai kera putih dan penari kedua berperan
sebagai Dewi Kilisuci.
Logat Orang- Orang Kedirian
Begitu juga Kediri, ada beberapa logat/kata-kata khas kediri antara lain
“Peh” – e seperti huruf e pada kata Teh. Walaupun
“Peh” bukan monopoli Kediri, karena di daerah karisidenan kediri seperti Nganjuk, Tulungagung terkadang juga dijumpai logat ini.
Contoh penggunaan
“peh” :
Peh, Dani ngguuuaya saiki, wis sugih ga gelem aruh-aruh.
Logat khas kediri yang kedua adalah
“Nda”, kata ini sering digunakan sebagai sapaan aja.
Misalkan: Piye Kabare
Ndaa?
atau digabungkan dengan
“peh”=>
Peh, Gunung kelud apik tenan
Nda..
sering juga keduanya digabungkan dengan logat jawa timuran:
Peh, Gunung kelud uuuapik
nda..
Dulu ketika kuliah di Malang mahasiswa asal kediri sering disindir dengan sebutan
“Peh”
Sama-sama Jawa beda Logat Inilah Indonesia raya, walaupun sama-sama jawa memakai bahasa Jawa, logat masih berbeda.
Logat Jawa timur:
Logat relatif kasar terutama Surabaya dan Malang yang mempunyai logat
hampir sama. bahasa jawa yg digunakan kebanyakan Ngoko. Yang khas dari
logat jawa timuran adalah untuk beberapa kata sifat dipanjangkan untuk
menunjukkan lebih ata super. Misal ketika melihat bakso yg besar orang
jatim bilang “baksone guuuedhi”,